.0 * (Titik nol)

Yoga Rivaldi, Mahasiswa Berprestasi Fakultas Kedokteran Hewan IPB 2018
*dibaca titik nol

“Tidak peduli bagaimana latar belakang dan keadaan mu saat ini, kamu punya hak dan kesempatan yang sama untuk berubah dan mewujudkan apapun yang kamu cita-citakan.”

 

Tulisan ini kubuka dengan sebuah pesan yang membuat ku semangat berjuang memulai segalanya, mewujudkan apapun yang pernah mampir dikepalaku, dan mempercayai bahwa setiap orang punya hak dan kesempatan yang sama untuk menjadi seseorang yang dia inginkan, asalkan dia mau berusaha dan berubah menjadi lebih baik, termasuk juga diriku.

Aku dan banyak teman-teman dari Mahasiswa Berprestasi Institut Pertanian Bogor (IPB) 2018, para kontributor buku antologi ini juga telah membuktikan secara langsung, bahwa ternyata banyak hal yang awalnya terlihat sulit untuk dilakukan bisa kami wujudkan, asalkan kami yakin, percaya, dan benar-benar mau berusaha. Apalagi jika meniatkannya untuk kebaikan yang lebih besar lagi, Tuhan pasti akan banyak ikut campur dan memberi hasil yang positif, apapun itu. Di dalam tulisan ini, aku akan membagikan sedikit penggalan dari perjalanan kisah hidup ku. Sangat besar harapanku, sisa-sisa jejak perjalanan yang ku abadikan ditulisan ini bisa bermanfaat dan mengispirasi untuk kamu. Dunia, inilah .0 (titik nol) ku. Selamat membaca!

Hi readers, salam kenal! Namaku Yoga Rivaldi, teman-temanku akrab menyapaku dengan panggilan Yoga. Ketika tulisan ini dibuat diriku masih berstatus sebagai seorang mahasiswa. Spesial untuk kamu yang mungkin merasa memiliki kemiripan latar belakang denganku atau teman-teman ku setelah nanti selesai membaca buku ini, segeralah sadar dan mulailah bersyukur. Percaya ataupun tidak, dengan keadaanmu saat ini bagaimanapun itu, sesungguhnya kamu tidak sendirian. Ada aku, teman-teman ku, bahkan banyak orang diluar sana yang mungkin punya kondisi sama atau mirip seperti kamu. Jadi, jangan pernah lagi berpikir dan merasa dirimu adalah seseorang yang paling tidak beruntung dan menyedihkan di dunia ini. Sebaliknya, berpikirlah bahwa jika ada orang yang memiliki kemiripan dengan mu dan bisa berhasil melakukan suatu kebaikan yang besar, kamu pun bisa. Coba tanamkan prinsip itu dalam alam berpikirmu.

Di dalam salah satu kajian psikologi individual, Alfred Adler, Bapak pendiri ilmu psikologi individual menyebutkan bahwa setiap orang itu unik, tetapi mereka memiliki konfigurasi motif-motif, sifat-sifat, serta nilai-nilai yang khas dan serupa, sehingga setiap individunya menunjukan corak gaya kehidupan yang khas untuk dapat diarahkan pada tujuan tertentu. Aku cukup suka dengan topik-topik psikologi. Seringkali, teori-teori psikologi yang ku baca ku amati aplikasinya dengan orang-orang yang kutemui dikeseharian ku, termasuk teori psikologi individual yang ku kutip sebelumnya. Dari hasil teliti singkatku, aku percaya meskipun masing-masing dari diri kita itu unik namun pastinya kita juga memiliki beberapa kesamaan, apapun itu. Beberapa diantaranya mungkin kesamaan latar belakang, perjalanan hidup, atau bahkan mungkin cara pandang kita dalam melihat kehidupan.

Penasaran, adakah kemiripan dirimu dengan ku? Mari cari tau!

Aku berasal dari keluarga bersuku Jawa. Sebab kedua orang tua ku yang memang lahir di Jawa dan keturunan keluarga bersuku Jawa. Begitu pula halnya denganku. Berdasarkan akta kelahiran yang ku miliki, aku lahir di Blitar pada Jumat, 18 April 1998. Meskipun begitu, sejak berumur 1 tahun hingga lulus SMA aku telah berdomisili di luar Pulau Jawa, yaitu di pulau seribu sungai, yakni Kalimantan. Bagi teman-teman yang dekat atau sekedar ingin berkunjung ke rumah. Aku beralamat di Jl. Suka Maju Pandan Sari RT. 13 Tabalong, Kalimantan Selatan. Terletak cukup pelosok karena berjarak sekitar 250 km atau 5 jam perjalanan darat dengan transportasi umum dari pusat Ibukota Kalimantan Selatan, Banjarmasin.

Aku berasal dari keluarga sederhana yang Alhamdulillah berkecukupan. Bapak ku selama ini membiayai hidup ku dengan bekerja sebagai seorang kuli bangunan dan ibu ku memiliki toko kecil-kecilan di rumah. Salah satu dagangan yang dijualnya adalah bensin eceran. Dulu selagi ku masih sekolah dari Sekolah Menengah Pertama (SMP) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA) disetiap akhir pekan dan libur sekolah aku biasanya membantu pekerjaan kedua orang tua ku. Pagi hari aku biasanya membantu ibu ku untuk mengantri membeli bensin ke Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU). Bisa sekitar 2-4 kali aku pergi ke SPBU yang berbeda. Ada yang berjarak 3 kilometer hingga 10 kilometer. Jerigen ibarat senjata ku dipagi hari untuk mengumpulkan bensin yang akan dijual eceran di depan rumah. Sepulangnya aku lanjutkan dengan membantu bapak ke tempat proyek pekerjaannya hingga sore tiba. Biasanya yang bisa ku bantu dari pekerjaan bapak ku adalah mengangkat campuran semen, batu-bata, dan membawa bahan-bahan atau peralatan bangunan yang diperlukan saat bapak ku bekerja. Tak jarang seusai membantu bekerja bapak ku bekerja, aku juga turut diberi gaji oleh bos bapak ku. Lumayan bisa kukantongi uang senilai 300 ribu hingga 1 juta rupiah berkat kerja angkat-angkat ku itu. Sejak pertama kali ku dapat itu, libur semester sekolah adalah salah satu hal yang paling ku tunggu-tunggu. Tidak hanya tentang uang belaka, melainkan tentang cara untuk bisa ikut merasakan apa yang kedua orang tua ku perjuangkan setiap hari, demi aku dan seorang adik perempuan ku.

Kedua orang tua ku khususnya bapak sangat ingin aku (anaknya) bisa mendapatkan pendidikan yang terbaik. Ia tak peduli meski harus membayar mahal dan bekerja lebih keras lagi. Puncaknya dulu saat aku masuk ke SMP Swasta, salah satu sekolah terbaik di daerah ku pada tingkat itu. Beratnya biaya sekolah tidak membuatnya berhenti untuk terus mendorong ku haus akan ilmu. ‘Belajar yang serius nak, mau berhasil atau tidak semuanya tergantung kamu. Lagipula kamu sudah tau sendiri betapa beratnya nanti kalo tidak mau belajar’. Begitu ucapnya lirih dengan halus berbahasa jawa. Kata-kata dari bapak itu sangat meresap ke dalam dada dan entah sudah berapa kali masuk ke telinga ku.

Sejujurnya dari dulu aku bukanlah anak yang rajin sekali belajar. Saat Sekolah Dasar (SD) aku lebih suka bermain sepakbola dibandingkan membaca buku. Sebuah keberuntungan memang diri ku bisa lulus seleksi masuk ke salah satu SMP terbaik di daerah ku kala itu. Ketika SMP sebenarnya diriku juga belum banyak berubah. Waktu ku lebih banyak kuhabiskan untuk berlatih bermain basket dan sesekali belajar otodidak bermain alat musik gitar dibandingkan belajar. Namun, berkat waktu liburan yang biasanya ku habiskan dengan membantu orang tua, selalu ada kekuatan yang mendorong ku untuk berusaha meluangkan waktu ku untuk belajar. Alhamdulillah, saat pengumuman kelulusan nama ku bisa masuk ke dalam kertas putih yang berisi daftar 10 siswa lulusan terbaik di SMP ku waktu itu. Selanjutnya, aku melanjutkan pendidikan ku di SMA Negeri 1 Tanjung. Di SMA ini aku mengikuti program pendidikan akselerasi atau percepatan. Program ini memungkinkan aku bisa lulus lebih cepat 1 tahun dibandingkan teman-teman seangkatan ku. Meskipun menarik, awalnya aku tidak berniat untuk mengikuti program ini. Kala itu aku hanya ingin menemani teman sepermainan basket ku di SMP untuk mendaftar program ini. Bahkan biaya pendaftaran ku untuk psikotes teman ku inilah yang membayarnya. Hingga akhirnya hari pengumuman pun tiba, aku dinyatakan lulus dan teman ku ternyata tidak. Sedih sekali rasanya. Aku bahkan hampir ingin melepas kesempatan itu dan mengambil pilihan pindah ke program reguler tanpa tes. Sayangnya, hal itu dilarang oleh bapak ku yang aku sendiri pun sudah paham mengapa beliau bersikap demikian.

Baru di tingkat SMA ini kukira diriku mulai belajar untuk mengaktualisasikan diri. Tahun 2014 aku bersama beberapa teman ku mendirikan sebuah komunitas yang berorientasi pada pendidikan sebaya untuk membantu mengurangi permasalahan yang ada di kalangan remaja bernama Komunitas Remaja Gaul. Komunitas ini awalnya berfokus pada permasalahan narkoba yang saat itu sedang banyak menyeret remaja seumuran kami. Berbagai metode kami terapkan mulai dari sosialisasi, stand up comedy, tari, hingga drama untuk mengajak remaja sebaya kami agar terhindar dari bahaya narkoba. Dari komunitas ini kami pun sempat mendapat penghargaan dari PT. Adaro Indonesia ketika komunitas ini kami ikutkan ke dalam sebuah kompetisi tentang Peer Educator Project. Selain itu, bermodal bimbingan dan dorongan dari guru-guru ku di sekolah, aku pun mendapatkan kesempatan mengikuti berberapa kompetisi lainnya. Alhamdulillah, kesempatan tersebut sangat bermanfaat sekali untuk ku, banyak pengalaman baru dan ilmu yang bisa kudapatkan. Pencapaian terbaik ku kala itu, aku pernah meraih penghargaan sebagai Juara 2 Lomba Asah Terampil Kimia (ATK) Perorangan pada Pekan Kimia Universitas Lambung Mangkurat 2014. Di SMA kegiatan ekstrakulikuler yang kuikuti tak lagi sepakbola ataupun basket seperti saat ku SD atau SMP. Adanya larangan dari bapak ku yang mungkin trauma bagaimana aku menghabiskan waktu ku dulu untuk dua jenis ekstrakulikuler ini membuat ku harus mencari kegiatan baru. Aku mencoba memahami dan mengikuti maksud baik beliau ini. Waktu itu aku mencoba mencari kegiatan menarik lainnya yang unik, beda, dan butuh hal lain selain tenaga dan strategi. Akhirnya kala itu ku putuskan untuk bergabung dengan ekstrakulikuler Pasukan Pengibar Bendera (Paskibra). Berkat kegiatan ini setidaknya aku bisa membuat kedua orang tua senang dan bangga karena pada Tahun 2014 aku juga lulus seleksi dan terpilih sebagai Paskibra Upacara Hari Ulang Tahun ke-69 Republik Indonesia di lapangan PT. Pertamina EP Tanjung Field.

Begitulah .0 ku sebelum menjadi mahasiswa di perguruan tinggi ku saat ini, IPB. Aku bukanlah seseorang yang punya latar belakang keluarga kaya, berpendidikan tinggi, dan banyak hal yang sudah bisa tersedia. Aku juga bukan seseorang yang punya kecerdasan dan bakat yang luar biasa dari lama. Aku sama saja seperti remaja umumnya pernah nakal, lebih suka bermain, bahkan mungkin membangkang. Terlalu banyak kekurangan dan hal negatif yang mungkin ku miliki, pernah ku lakukan, dan tak bisa ku bagikan semuanya pada tulisan ini. Namun, aku yakin dan sudah ku buktikan sendiri secara langsung dengan keadaan seperti itu aku tetap bisa menjadi seseorang yang ku inginkan dan ku cita-citakan dulu, setidaknya sampai pada tahapan hidupku sekarang sebagai mahasiswa. Pikiran-pikiran liar yang dulu kupikir hanya sekedar melintas di kepala ku, tak pernah ku kira satu persatu bisa terwujud saat ini.

Heran dan kadang ingin tertawa rasanya jika mengingat diri ku yang dulu dan membandingkannya dengan diri ku sekarang.

 

Apakah aku mulai berubah saat kuliah?

Pertanyaan ini untuk ku bisa ku jawab iya ataupun tidak. Hal ini karena ada sebuah peristiwa penting dan tak terlupakan bagiku yang terjadi sebelum aku bisa kuliah. Bagiku peristiwa ini besar pengaruhnya bagiku karena turut merubah diriku, cara berpikir ku, dan hidup ku. Dunia, inilah .0 hijrah ku.

Bingung, sebuah keadaan yang muncul kala ku duduk di bangku ku ketika akhir masa SMA tiba. Bingung ingin lanjut studi apa, dimana, apalagi biayanya. Suatu hal umum memang. Saat itu aku pun baru tersadar jika aku selama ini hanya menjalani hidup ku begitu saja tanpa tujuan yang jelas. Kala itu aku juga belum bisa mengenal diri ku dengan baik, ingin menjadi apapun ketika ku kelak ketika dewasa pun aku tak tahu saat itu. Satu hal yang ku tahu hanya aku punya tekad untuk bisa melanjutkan pendidikan ku. Aku punya keinginan besar bisa melajutkan pendidikan di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang ada di Pulau Jawa. Tempatnya PTN-PTN terbaik yang ada di Indonesia. Sempit memang pemikiranku kala itu.

Suatu waktu aku berpikir tentang fakta tentang diriku yang tidak rajin belajar, tidak suka menghafal, dan tertariknya dengan hal-hal yang pasti seperti perhitungan. Waktu itu ku simpulkan seyogyanya aku cocok untuk memilih program studi yang berkaitan tentang perhitungan dan seminim mungkin berkaitan tentang hal yang perlu banyak membaca. Apalagi setelah ku lihat rapor ku nilai matematika dan fisika ku lumayan baik. Hal ini membuat ku pun semakin yakin. Sayangnya, kukira masalah akan selesai kala itu. Ternyata tidak. Masih sangat banyak program studi yang berkorelasi dengan dua hal tersebut. Akhirnya untuk kesekian kalinya hal ini kembali membuat ku bingung. Lalu setelah hening sejenak kemudian aku pun teringat bapak ku. Mengingat beliau sering membuatku seakan selalu merasa ingin menangis. Seperti yang aku ceritakan sebelumnya bahwa setiap liburan biasanya aku membantu bapak bekerja. Momen ini membuatku merasakan beratnya kerja keras beliau setiap hari untuk memenuhi segala keperluan ku. Semangat bekerjanya sangat besar apalagi ketika beliau sangat mendukung keinginan ku melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Kedekatan emosial dengan pekerjaan orang tua ku ini membuatku berpikir untuk bergerak dibidang yang sama dan aku memutuskan untuk memilih Teknik Sipil sebagai pilihan program studiku. Lagipula aku berpikir bahwa jurusan ini juga sesuai dengan kriteria awal yang ditentukan sebelumnya. Akhirnya aku mantapkan pilihanku tersebut saat itu juga.

Usaha demi usaha aku coba terus ikhtiarkan. Mulai dari mencari informasi tentang perguruan tinggi, program studi, waktu pendaftaran dan seleksi, hingga mempersiapkan segala persyaratan pendaftaran yang diperlukan. Dari jauh hari, aku pun sudah membeli sebuah buku tentang persiapan dan latihan soal-soal Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN). Buku itu aku beli dengan uang tabungan ku agar aku bisa belajar secara mandiri tanpa harus mengikuti bimbingan belajar yang membutuhkan biaya yang cukup besar dan membebani kedua orang tua ku. Setiap sore atau saat aku memiliki waktu luang prioritas utama ku kala itu adalah belajar dan berlatih dari buku itu. Tidak hanya sampai situ, setelah Ujian Nasional usai dengan bermodalkan izin dan uang saku 1,5 juta rupiah dari orang tua ku, aku pun memberanikan diri untuk pergi sendirian ke Jawa secara langsung untuk mencari informati lebih terkait perguruan tinggi yang direkomendasikan oleh sanak keluarga dan informasi yang kuperoleh dari internet dan persiapan mengikuti berbagai proses seleksi perguruan tinggi seperti SBMPTN dan ujian mandiri tiap perguruan tinggi. Dikala banyak teman-teman ku yang lain menikmati waktu luangnya atau mengikuti bimbel untuk mempersiapkan diri, aku bak orang hilang, berkelana ketiga kota yakni Surabaya, Malang, dan Yogyakarta selama kurang lebih 2 bulan untuk itu semua. Selanjutnya satu per satu mekanisme seleksi itu pun kuikuti.

 

Bagaimana dengan hasilnya?

Bayangkan saja bagaimana rasanya menunggu akumulasi usaha yang telah ku perjuangkan sedemikian rupa akan segera ku ketahui hasilnya. Satu per satu hasilnya pun ku dapati dengan kaget, kecewa, dan sedih sekali. Pertama Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN), waktu itu aku memilih Institut Teknologi Surabaya (ITS) dan Universitas Lambung Mangkurat (ULM). Namun, sayangnya keterangan yang tertera pada website kala itu aku dinyatakan tidak lulus pada kedua PTN tersebut. Campur aduk sekali rasanya, namun aku berusaha untuk tabah. Setelah itu, aku mengazamkan diri untuk meningkatkan persiapan ku menghadapi seleksi selanjutnya yakni SBMPTN dan ujian mandiri.

Di langit yang berwarna kelam di atas bumi Malang waktu itu, aku mengikuti proses seleksi SBMPTN dengan sedikit perasaan tegang. Namun, setelah usai tes perasaanku berubah menjadi percaya diri. Waktu itu, kurasa banyak soal yang bisa aku jawab. Besar sekali harapanku, aku bisa lulus pada seleksi ini. Pilihan PTN saat SBMPTN adalah Universitas Brawijaya dan ULM. Di luar dugaan ku, aku dinyatakan tidak lulus lagi pada laman pengumuman. Sempat ku coba mengulang dan membukanya dengan alamat yang berbeda dengan harapan hasil yang ku lihat sebelumnya keliru. Apadaya aku harus kuat menerima kenyataan bahwa sekali lagi aku tidak lulus dalam proses seleksi masuk PTN ini. Diri ku down sekali waktu itu, tapi sekali lagi aku meyakinkan diri ku jika aku masih punya kesempatan.

Tekad untuk tetap bisa kuliah akhirnya memaksa ku mau tidak mau harus mengikuti ujian mandiri diadakan oleh perguruan tinggi tertentu. Saat itu aku mencoba mendaftarkan diriku di seleksi ujian tulis (Utul) Universitas Gajah Mada (UGM). Aku berusaha lebih giat dan serius untuk mempersiapkan seleksi ini.

Hingga hari seleksi itu pun tiba. Kala itu langit pagi Yogyakarta cukup cerah. Tak lupa ku minta doa orang tua ku juga waktu itu berharap semoga tes hari itu berjalan lancar dan kelak mendapatkan hasil yang diidamkan. Alhamdulillah setelah selesai tes diriku merasa lebih puas dibandingkan tes SBMPTN dengan karakteristik soal dan tes yang mirip. Ekspektasi ku kali ini menjadi lebih besar lagi. Hari demi hari berlalu hingga tibalah di hari pengumuman hasil dari tes tersebut. Waktu dan realita akhirnya menjawab apa yang sudah ku tunggu-tunggu kala itu bahwa sekali lagi ternyata aku dinyatakan tidak lulus. Hancur sekali perasaan ku kala itu, terasa kelu sekali lidah ku, tak sanggup lagi berkata-kata. Satu hal yang paling membuat ku sedih adalah untuk kesekian kalinya aku harus mengabarkan berita yang kurang baik ini kepada kedua orang tua. Aku merasa selalu mengecewakan mereka berdua. Padahal harapan mereka terhadap ku sangatlah besar. Keadaan itu membuat diri ku benar-benar sangat terpuruk. Apalagi di dunia maya yang ada di genggaman ku telah memperlihatkan, sudah banyak sekali teman-teman ku yang lain telah di terima di berbagai perguruan tinggi. Aku bagaikan pencilan diantara teman-temanku yang lain. Senang dengan kabar mereka tetapi sedih dengan keadaan diriku. Begitulah manis pahit yang kurasakan.

 

Bisakah kamu membayangkan bagaimana rasanya?

Atau kamu juga pernah merasakan hal yang sama?

Disisa semangat yang sebenarnya sudah mulai memudar, aku tetap berusaha mencari asa yang tersisa. Kala itu bahkan aku sudah mulai berasumsi, apakah kuliah sebenarnya bukan jalanku dan aku cukup bekerja saja untuk membantu kedua orang tuaku? Tak pernah kubayangkan sebelumnya pencapaian-pencapaian yang pernahku raih dulu terasa tak berguna dimasa-masa sepeti itu. Perasaanku saat itu sulit dikontrol.

Di tengah perasaan yang seperti itu tangan aku tetap aktif bergerak di atas touchpad laptop mencari-cari lagi info pendaftaran perguruan tinggi yang masih dibuka. Kala itu ada Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) dan Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) yang masih membuka pendaftarannya. Selain itu aku juga mendapatkan kabar bahwa terdapat peluang masuk ke IPB dari daerah ku di Kalimantan. Kebetulan ketiga perguruan tinggi ini seleksinya melalui seleksi berkas. Sehingga aku bisa mengurusnya di Kalimantan. Tak terlalu banyak yang harus ku persiapkan selain mengisi formulir yang diperlukan, sebab berkas-berkas lainnya sudah pernahku persiapkan dulu jauh-jauh hari. Pilihan program studi yangku pilih tidak berubah untuk UMM dan UMY. Tetapi tidak untuk IPB. Hal ini karena ketika ku cari tahu akreditasi program studi tersebut di IPB ternyata masih terkategori C waktu itu, sehingga ku putuskan aku akan memilih program studi lainnya.

Pemahaman yang awam tentang pertanian membuatku kala itu sempat kembali bingung untuk menentukan pilihan program studi di IPB. Sebab banyak program studi yang ada di IPB spesifik tentang bidang ilmu pertanian. Suatu waktu bapak ku mencoba mengajak ku berkonsultasi bersama rekannya yang merupakan salah satu petinggi di dinas pertanian di daerah ku. Kebetulan beliau merupakan lulusan Kedokteran Hewan Universitas Airlanga. Saat itu beliau merekomendasikan ku untuk memilih program studi kedokteran hewan IPB karena dokter hewan di daerahku sangat sedikit sedangkan sebenarnya kebutuhannya banyak. Sehingga sering harus mendatangkannya dari luar daerah. Setelah itu di rumah kami berdiskusi dan akhinya keduanya mendukung ku untuk memilih program studi tersebut sebagai pilihan utama ku pada seleksi ke IPB.

Satu per satu berkas pendaftaran ku kirimkan via pos dan sekolah (khusus untuk seleksi IPB). Harap-harap cemas aku menunggu hasil yang kiranya menjadi usaha terakhir ku untuk bisa melanjutkan pendidikan di perguruaan tinggi. Hingga aku ketahui pengumumannya ternyata berselisih 1 hari UMM dan UMY di hari yang sama, sedangkan IPB keesokan harinya.

Tak terasa hari-hari yangku tunggu-tunggu itu pun tiba, tapi entah kenapa kali itu kurasa aku kurang berantusias. Setelahku lihat hasilnya dilaman pengumuman. Pertama UMM, lagi aku dinyatakan tidak lulus. Uniknya kala itu aku sudah tidak berlebihan lagi menanggapi hasil tersebut. Mungkin karena itu sudah kali ke empat aku tidak lulus dalam mekanisme proses seleksi serupa. Sedangkan UMY, Alhamdulillah hasilnya aku dinyatakan lulus. Hasil ini sungguh menenangkan hati sejenak kala itu. Sayangnya ketenangan ini tidak bertahan lama karena ternyata setelah itu aku diminta membayar uang masuk kuliah segera sebesar kurang lebih 10 juta untuk mengamankan kursiku yang paling lambat dibayarkan esok hari jam 11 siang. Jika tidak dibayar maka namaku dan sekolah akan di blacklist serta mengubah statusku menjadi tidak lulus seleksi. Satu yang yang lebih ku khawatirkan tentunya hal ini makin memperbesar peluangku untuk tidak dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya.

Segala daya dan upaya terutama finansial coba dikerahkan oleh kedua orang tua ku. Entah bagaimana caranya hingga saat ini aku pun belum tau, Alhamdulillah terkumpulkanlah uang sebesar itu. Namun, uang tersebut kemudian tidak langsung dibayarkan. Hal ini karena jika uang tersebut sudah dibayarkan lalu, kemudian aku beruntung bisa dinyatakan lulus esok hari di seleksi IPB dan memilih IPB, maka uang yang telah dibayarkan tersebut tak bisa di minta kembali atau bisa dikatakan hangus. Dengan mencoba bertaruh dengan jaminan kepastian kelulusan ku di UMY, aku sangat berharap sekali bisa lulus di IPB, sehingga jika lulus uangnya tetap bisa di simpan dan digunakan untuk hal bermanfaat lainnya oleh orang tuaku. Malam itu aku terus terpikir tentang kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi dan membuatku sulit untuk tidur. Beresiko memang, tapi aku coba berserah menunggu hasilnya esok hari.

Hari jum’at sekitar jam setengah 9 pagi aku sudah bersiap diri di dalam bank. Menunggu pengumuman sekaligus bersiap membayar biaya pendaftaran dan kuliah di UMY melalui teller jika dinyatakan tidak lulus. Hal ini ku lakukan agar tidak kecolongan dan mengefisiensikan waktu karena berdekatannya waktu pengumuman dan batas pembayaran. Di tangan ku ada nomor antrian berangka 9 yang sudah dipanggil berulang kali oleh teller. Aku pun berdiam saja karena waktu pengumuman belum tiba, lalu diam-diam berulang kali aku mengambil nomor antrian baru. Di laman waktu itu keterangan pengumuman akan diterbitkan pukul 9 pagi, namun jam di dinding bank saat itu sudah menunjukan pukul 9 lebih 20 menit tetapi belum ada hal baru apapun pada laman tersebut. Kala itu aku seakan panik, berulang kali ku refresh aplikasi pencari di telepon pintarku. Leganya aku waktu itu saat aku sadar bahwa ternyata aku kurang teliti jika keterangan waktu yang diberikan pada keterangan tersebut adalah Waktu Indonesia Barat (WIB), sedangkan keterangan waktu ditempatku adalah Waktu Indonesia Tengah (WITA). Harap-harap cemas menemani ku menunggu waktu di kursi tunggu bank pada pagi menjelang siang itu. Disaat ku menunggu aku melihat ada sesorang pria yang ingin masuk ke bank dan di ingatkan bahwa sudah tidak bisa lagi mengambil nomor antrian karena bank akan segera tutup pada pukul 11. Beberapa menit berlalu, pukul 10 pun tiba. Sekali lagi, pengumuman itu masih belum ada di laman tersebut. Hingga jam dinding hampir menunjukan pukul 10.30 pengumuman itu belum juga ada. Bahkan aku pun mulai diingatkan oleh satpam bahwa bank akan tutup pukul 11.00, beliau mencoba ingin menawarkan bantuan karena aku yang sedari pagi sudah ada di bank tidak kunjung selesai keperluannya. Adrenalin ku seolah meninggi waktu itu. Karena batas pembayaran ku ke UMY pun pukul 11.00 Sembari terus mencoba aku sempat bingung apa yang harus kuputuskan kala itu. Lalu tiba-tiba link pengumuman muncul pada laman yang telah berulang kali ku buku dalam 2 jam terakhir. Ku cari nama ku perlahan-lahan. Aku merasa takut waktu itu, tak kunjung ku temui nama ku pada keterangan tersebut. Seketika baru ku sadari keterangan itu diurutkan berdasarkan alfabet nama. Nama ku berawalan Y. Langsung telepon pintar ku swipe dengan cepat sampai ke keterangan paling bawah. Alhamdulillah, tak kusangka aku dinyatakan lulus seleksi di IPB sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan. Aku pun langsung keluar dari bank dengan wajah sumringah, tak lupa aku sapa pak satpam yang mengingatkan ku tadi. Selanjutnya orang tua ku detik itu juga ku kabarkan bahwa aku lulus seleksi itu. Respon bahagia mereka membuat ku seakan ingin meneteskan air mata saat itu. Tak lama ku akhiri perbincangan via telepon itu karena bunyi murotal dari mesjid-mesjid sekitar tempat itu mulai berbunyi yang menandakan waktu sholat Jum’at sudah dekat.

Bersyukur dan bahagia tak terkira yang kurasakan waktu itu. Betapa tidak mengingat perjuangan selama ini seakan terbayarkan karena diriku berhasil lulus di PTN Pulau Jawa sesuai yang ku rencanakan sebelumnya. Namun, sebenarnya ini bukanlah akhir dari sebuah kisah happy ending ku. Karena episode lembaran baru kehidupan ku baru saja dimulai dari momen bersejarah ini.

IPB adalah PTN yang masuk kriteria ku memang, tetapi percaya atau tidak awalnya aku tidak mengetahui sama sekali apapun tentang IPB dan dimana letak sebenarnya kampus ini pun aku tak tahu. Yang ku tahu hanya dari namanya kampus ini terletak di Bogor, hanya itu. Selain itu, ingatkah bahwa adalah orang yang kurang suka membaca. Padahal mau tak mau ke depan tantangan belajar yang akan kuhadapi akan sangat pasti akan banyak menemui hal itu. Faktanya memanglah seperti itu. Hal yang tidak kalah penting program studi yang kupilih adalah kedokteran hewan yang berarti aku akan sering sekali berinteraksi dengan mahluk ciptaan tuhan itu. Padahal sejak kecil tak pernah sekali pun aku memelihara hewan, jangankan menyukai hewan. Karena rumah ku di Kalimantan dulu berada di tengah hutan beberapa kali sempat waktu kecil aku bertemu dengan anjing dan ular ketika bermain di luar rumah. Hal ini membuat ku saat berumur remaja entah kenapa seperti merasa takut jika melihat kedua hewan ini. Tak pernah ku bayangkan sebelumnya, jika aku akan menggeluti bidang yang mungkin banyak bersentuhan langsung dengan hewan-hewan ini. Begitulah banyak sekali pandangan-pandangan negatif ku tentang fase kehidupan ku selanjutnya sebagai seorang mahasiswa, bahkan saat aku pun belum sama sekali memulainya.

Semuanya kemudian seolah berubah saat aku mulai menerima keadaan ku dan percaya terhadap sebuah pesan bahwa setiap orang punya hak dan kesempatan yang sama untuk berubah dan mewujudkan apapun yang ia cita-citakan, termasuk juga diriku. Aku sudah melihat banyak sekali orang yang bisa berhasil dengan berbagai macam keadaannya yang tidak ideal. Aku yakin aku pun pasti bisa membuktikan hal serupa bahkan lebih baik pada dunia. Ku harap kalian para pembaca tulisan ku ini juga bisa percaya akan hal itu.

Kehidupan baru ku di kampus IPB lebih kurang bisa ku gambarkan sebagai lingkungan baru yang nyaman dan kondusif untuk berkembang, belajar banyak hal baru dan memulai hidup dari .0. Pergaulan yang sehat dan sistem asrama yang wajib ku ikuti di tahun pertama ku di IPB membuat sedikit demi sedikit diriku sadar. Kenapa Tuhan yang waktu itu bahkan ku anggap tak adil memberiku jalan yang sangat terjal untuk bisa kuliah di IPB. Puncaknya ku dapatkan setelah aku menyelesaikan program Masa Pengenalan Kampus Mahasiswa Baru (MPKMB). Program ini mengenalkan ku tentang IPB, Pertanian, dan Kedokteran Hewan dengan lebih baik. Salah satu fakta yang juga baru ku tahu saat mengikuti program itu adalah ternyata IPB merupakan salah satu kampus terbaik yang ada di Indonesia dan tak pernah absen dari 5 besar pemeringkatan menurut kementrian. Berapa beruntungnya aku kupikir waktu itu bisa kuliah di kampus ini. Setelah berjalannnya waktu perkuliahan aku pun aktif mengikuti kegiatan yang disebut sebagai mentoring. Di mentoring ini aku bisa belajar agama sekaligus memperbaiki diri dan mengaktualisasikan diri bersama teman-teman ku di IPB seminggu sekali yang didampingi oleh seorang mahasiswa senior sebagai mentor yang kala itu menurut ku luar biasa sekali. Hal ini karena mereka biasanya adalah mahasiswa-mahasiswa berpengaruh yang memiliki pencapaian-pencapaian yang sangat positif di kampus.

Dari rangkaian-rangkain peristiwa ini aku menyadari satu hal yang sangat penting yakni ternyata rencana Tuhan itu sangatlah indah dan aku yakin ikut campur Tuhan itu adalah realita dan benar adanya. Setelah ku sadari, sungguh sangat bersyukur diriku digagalkan pada beberapa seleksi perguruan tinggi yang ku ikuti dulu, sehingga saat ini aku bisa diterima di IPB sebagai mahasiswa penerima Beasiswa Utusan Daerah (BUD) PT. Adaro Indonesia yang memberikan fasilitas-fasilitas yang besar kemungkinannya tak akan ku dapatkan ketika aku lulus di berbagai perguruan tinggi sebelumnya seperti biaya kuliah gratis, tempat tinggal gratis, dan uang saku selama setahun yang tentunya sangat membantu meringkan beban kedua orang tua ku. Selain itu aku sadar bahwa ternyata Tuhan sangatlah tahu apa yang terbaik untuk hambanya. Saat ku kira aku lebih baik di keilmuan matematika dan buruk di Ilmu Pengetahuan Alam karena lebih banyak sumber bacaannya. Ternyata Tuhan menunjukan pada ku hal yang berbeda. Di masa kuliah beberapa mata kuliah yang ada unsur hitungannya justru aku seperti merasa kesulitan, sedangkan mata kuliah yang banyak unsur teori dan pemahanam biologinya aku merasa lebih mudah dan terbukti nilai biologi ku saat itu termasuk yang tertinggi dari teman-teman ku pada tahun pertama. Hingga akhirnya saat ini aku menyukai bidang ku di kedokteran hewan.

Aku merupakan seorang muslim. Namun ku akui dulu aku bukan lah seseorang yang taat dan paham benar tentang hal-hal yang berkaitan tentang agama. Namun, berkat kuliah di IPB aku mulai bisa berubah menjadi pribadi yang ku idam-idamkan sejak dulu. Dari kecil setiap doa ku sangatlah sederhana. Aku hanya meminta ingin menjadi seseorang yang baik dan diberi segala sesuatu hal yang terbaik. Lingkungan yang mendukung, kegiatan-kegiatan positif di kampus, dan teman-teman yang baik membantu ku bisa menjadi yang jauh lebih baik dibandingkan diri ku yang dulu. Terlebih di tahun kedua ku kuliah aku juga berkesempatan mendapatkan beasiswa pembinaan selama 2 tahun dari Rumah Kepemimpinan yang turut ikut serta membentuk diriku. Kesadaran ini membuatku sangat bersyukur bisa lulus di IPB, tempat yang bisa membentuk kepribadian ku jadi lebih baik. Bahkan selama aku hidup ada satu hal yang baru benar-benar kuyakini saat aku kuliah di IPB yakni jika ibadah ku baik, hubungan ku dengan Allah baik, Insha Allah semua urusan ku juga akan baik. Tidak hanya itu, percaya ataupun tidak saat ini aku juga sudah berhasil menghilangkan ketakutan ku pada anjing dan phobiaku pada ular. Seringnya teman-teman ku membawa hewan peliharaannya ke kampus dan adanya mata kuliah yang mempelajarinya serta praktikum yang mengharuskan ku bersentuhan dengan hewan salah satunya anjing membuat ku perlahan hilang ketakutannya. Kala itu aku juga punya teman dekat yang ia sangat takut sekali dengan darah, namun seiring berjalannya waktu ia saat ini sudah berani bahkan sudah beberapa kali mengoperasi hewan anjing, kucing, bahkan kuda. Hal lain yang tak kalah menakjubkan bagiku adalah di awal ku kuliah, aku mampu memperoleh Indeks Prestasi Komulatif sempurna yaitu 4.00. Hasil ini ibarat sebagai bukti bahwa aku tidaklah benar-benar tersesat di PTN dan program studi yang salah melainkan mungkin yang lebih tepatnya yakni tersesat dijalan yang benar.

Di kampus ini aku telah membuktikan bahwa ternyata bagaimana pun latar belakang, keadaan dan .0 ku, aku tetap bisa dan mampu meraih hal-hal yang mungkin banyak orang lain juga ingin dapatkan. Kita punya kesempatan untuk berubah, mereset hidup kita, dan memulai nya dari 0. Mari ku buktikan dengan pengalaman ku!

Awalnya aku merupakan seseorang yang tak bisa apa-apa selain punya tenaga ekstra khususnya untuk olahraga. Namun, aku adalah seseorang yang suka dengan hal yang baru, berani untuk mencoba, dan persisten dengan kegagalan. Sebagai contohnya, Pertama, aku merupakan orang yang tak suka banyak berbicara, lebih suka mengamati daripada muncul dipermukaan dengan perhatian banyak orang. Kedua, aku adalah orang yang tak handal dalam menulis, karena sejak kecil aku memang tak dibiasakan untuk membaca buku atau sejenisnya, aku lebih suka melihat dan mendengarkan dibandingkan jika diminta untuk membaca. Ketiga, sejak dari dulu ku SD hingga SMA tak pernah sekalipun aku mengikuti ajang-ajang perlombaan yang berbau dengan debat dan tulisan ilmiah.

 

Mengapa aku menjelaskan 3 keadaan .0 keadaan ku ini?

Kali ini aku akan menjelaskan bahwa hal-hal baru yang kita tak pernah temui sebelumnya atau geluti sama sekali pun tetap bisa kita coba lakukan dan bentuk kemampuannya di masa kampus serta tidak menutup kemungkinan kita bisa mencapai titik terbaiknya. Apalagi jika kamu sudah punya bakat dan kemampuan sebelumnya. Jika tidak, jangan khawatir, yang kamu perlukan adalah yakin bahwa kamu juga pasti bisa karena banyak orang di luar sana juga bisa dan pahamilah bahwa kamu sedang memulai sebuah hal yang baru, butuh proses dan usaha yang perlu kamu bayar untuk mencapai satu titik tertentu. Oleh karena itu selalu coba cari dan ambil nilai positif dari segala hal yang kamu usahakan dan tak kalah penting coba nikmati prosesnya, yakinkan dirimu bahwa ada hal baik yang besar sedang menunggu mu di ujung jalan sana. Kamu hanya perlu melangkah perlahan mendekatinya dan akhirnya mengenggamnya.

Salah satu dari banyak hal baru yang ku coba ketika ku di IPB adalah mengikuti lomba-lomba debat dan karya tulis ilmiah baik di tingkat nasional maupun internasional. Aku tertarik mencoba hal ini karena terinspirasi dan ingin merasakan apa yang tidak dirasakan oleh mahasiswa rata-rata (baca: istilah yang sering ku dengar dikalangan mahasiswa; bukan dari penilaian pribadi atau bahkan merasa lebih baik). Sebenarnya, aku juga banyak terbantu untuk berkembang dalam bidang ini karena punya media untuk bisa belajar bersama teman-teman mentoring dan di dukung penuh oleh mentor ku. Entah sudah berapa kali aku mencoba dan sudah berapa banyak juga gagalnya. Alhamdulillah hingga saat ini aku diberi rezeki merasakan lebih dari 30 penghargaan dari satu hal yang kucoba tersebut. Sebanyak 8 penghargaan di bidang debat dan 12 penghargaan di bidang karya tulis menjadi saksi nyata akan sebuah proses yang sudah ku jalani. Selain itu, berkat satu hal yang kucoba ini, aku juga bisa berkesempatan mengikuti 6 kegiatan Internasional di 3 negara berbeda sebagai delegasi dan 3 diantaranya mendapatkan penghargaan khusus. Ini hanyalah satu contoh saja. Aku ingin teman-teman bisa termotivasi dan meraih hal yang lebih baik dariku. Pahamilah! belum tentu aku lebih baik dari mu, aku hanya lebih beruntung bisa punya kesempatan bisa berusaha lebih dulu. Bahkan aku pun tak yakin jika berada di lorong waktu yang sama apakah semuanya akan tetap sama. Jadi, yakinlah kamu pasti bisa. Break your limit!

Banyak hal baru lainnya yang bisa kamu coba di masa kuliah tidak terkecuali kegiatan organisasi ataupun sebuah kepanitiaan. Jangan takut untuk mencoba. Tak perlu terlalu risau dengan resiko yang mungkin diperoleh dan banyak ditakuti oleh para mahasiswa baru, yakni nilai akademik akan menurun. Faktanya memang hal tersebut bisa saja terjadi. Tetapi perlu kita ketahui juga tidak sedikit mahasiswa yang juga mampu tetap menyeimbangkan aktualisasi diri dan wujud kontribusinya dalam belajar menjalankan miniatur kehidupan nyata kelak pasca kampus dengan akademik di kampusnya. Apalagi di IPB, banyak sekali contohnya termasuk teman-teman ku dari Mawapres IPB 2018. Coba saja baca satu per satu tulisan mereka nanti. Aku jamin kamu tak akan menyesal. Satu hal yang pasti ketika kamu sudah berani memutuskan untuk bergerak. Kuatkan dan luruskan niat mu. Yakinlah bahwa kebaikan yang ditanam pasti akan membuahkan kebaikan pula. Begitupula sebaliknya. Oleh karena itu, segera tentukan dan rencanakan kebaikan apa yang mau kamu lakukan dan bagikan selama kamu menjadi mahasiswa.

Aku adalah orang yang menyukai hal baru, tak terkecuali hal-hal lain di luar aktivitas perlombaan. Aku juga kadang kurang suka jika ada teman yang menyebutku sebagai mahasiswa yang lomba oriented. Aku harap nanti kamu pun bisa mengontrol diri mu, jangan sampai hilang kendali dan menjadi berlebihan. Selama aku kuliah aku pernah aktif mengikuti beberapa organisasi baik yang bergerak dibidang keilmiahan, pendidikan, lingkungan, maupun kerohanian. Biasanya di akhir pekan aku meluangkan waktu ku untuk kegiatan-kegiatan sosial seperti menjadi pengajar untuk anak-anak SD, sukarelawan kegiatan-kegitan lingkungan, dan mentor untuk junior-junior ku di IPB melalui berbagai komunitas. Di tahun kedua ku di IPB aku juga pernah mencoba mendaftar diri menjadi asisten praktikum. Ada 2 mata kuliah yang aku ikut membantu di dalam nya yaitu Anatomi Veteriner 1 dan Pendidikan Agama Islam. Beruntungnya, hal-hal positif kecil seperti yang coba ku kerjakan itu bisa banyak mendapatkan apresiasi khususnya dari kampus ku sendiri. Alhamdulillah, berkat akumulasi kebaikan yang telah tertoreh dari berbagai proses tersebut aku bisa di nobatkan menjadi salah satu Mahasiswa Berprestasi dan Duta IPB 2018 dari Fakultas Kedokteran Hewan. Selain itu, aku juga pernah mendapatkan amanah sebagai Duta Lingkungan IPB selama 1 tahun.

Jika kita ingin uraikan satu per satu terlalu banyak hal yang bisa kita coba dan kembangkan selama kuliah seperti memulai suatu bisnis/usaha, menulis buku, penelitian dan publikasi ilmiah, serta peningkatkan keahlian tertentu seperi kemampuan berbahasa internasional. Oleh karena itu, kita diharapkan bisa pandai menentukan kebutuhan yang sesuai dengan impian atau tujuan akhir kita, serta tak lupa menyusun rencana yang SMART (Specific, Measureable, Achievable, Relevant dan Timely) agar tujuan akhir kita bisa memiliki uraian langkah aksi yang jelas, sehingga akhirnya hal tersebut bisa benar-benar terwujud.

Di tahun terakhir kuliah ku kini selain harus banyak meluangkan waktu untuk menyusun tugas akhir, dalam beberapa kesempatan aku juga kadang di undang pada suatu acara sebagai pembicara ataupun moderator dengan tema yang berbeda-beda. Topik yang diangkat kadang tentang suatu keilmuan tertentu dan tak jarang tentang hal-hal ideal yang memang tujuannya untuk memotivasi pesertanya. Setelah sempat beberapa kali kuamati seringkali banyak pertanyaan yang datang baik dari seminar maupun sosial media ku yang mengarah ke bagaimana cara seseorang bentindak ketika dihadapkan kondisi tertentu yang biasanya tidak ideal. Melalui tulisan ini aku ingin mengungkapkan bahwa hampir seluruh jawaban yang pernah ku beri sebenarnya hanyalah informasi tentang bagaimana idealnya seseorang harusnya bertindak menurut versi ku ataupun pengalaman ku.

Sejatinya aku pun mengakui, meskipun sudah cukup sering aku menjawab pertanyaan-pertanyaan sejenis itu dengan mudah. Hingga detik ini pun diriku sama saja seperti kamu masih harus banyak belajar ketika dihadapkan oleh banyak kondisi yang berbeda. Tak jarang juga banyak kudapati orang-orang yang kurang puas dengan jawaban tersebut karena merasa kurang sesuai dengan kondisinya dan menganggap bahwa aku tidak paham dengan masalahnya. Padahal, menurutku justru dirinya lah yang belum bisa memahami dirinya sendiri. Jika sampai saat ini kamu punya pertanyaan semisal bagaimana cara manajemen waktu, cara meningkatkan semangat belajar, atau bangkit dari keterpurukan, saran ku cukup bertanya satu kali saja, cukup tahu, jadikan referensi, dan mulai lah cari cara ideal versi mu sendiri. Setiap orang itu unik dan cara setiap orang menghadapi suatu permasalahan bagiku mirip seperti seni, beragam sekali. Oleh karena itu sebagai penutup tulisan ku ini aku ingin berpesan sekali lagi bahwa Tidak peduli bagaimana latar belakang dan keadaanmu saat ini, kamu punya hak dan kesempatan yang sama untuk berubah dan mewujudkan apapun yang kamu cita-citakan. Yakinlah akan hal tersebut, banyak-banyak lah bedoa pada Tuhan. Sampai jumpa di kehidupan nyata kita bangun Indonesia bersama. See you on Top!

 

 

Dikutip dari Buku Dibalik Pintu