PARADIGMA KOMUNIKASI PEMBANGUNAN DALAM PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR)

Dr. David Rizar Nugroho, M.Si.

Paradigma pembangunan adalah kerangka berpikir yang menjadi panduan atau pegangan semua pihak yang terlibat dalam perencanaan maupun pelaksanaan pembangunan. Menurut Lubis et al. (2000), kerangka berpikir ini membimbing para pelaku pembangunan dalam merumuskan masalah, penentuan tujuan, sasaran, prioritas, dan cara-cara untuk mencapainya. Dalam menindaklanjuti kerangka berpikir tersebut, berbagai aspek yang mendukung terjalinnya komunikasi dalam proses pembangunan perlu dipertimbangkan. Sekurang-kurangnya, ada dua pendekatan komunikasi dalam pembangunan yang dapat digunakan dalam kerangka pikir guna merumuskan pendekatan yang relevan, yakni (1) melalui pengembangan masyarakat; dan (2) pembangunan dan pengembangan yang berkelanjutan.

 

A. Community Development

Pengembangan masyarakat adalah kegiatan pembangunan komunitas yang dilakukan secara sistematis, terencana, dan diarahkan untuk memperbesar akses komunitas guna mencapai kondisi sosial, ekonomi, dan kualitas kehidupan yang lebih baik apabila dibandingkan dengan kegiatan pembangunan sebelumnya. Dalam membicarakan karakteristik pengembangan masyarakat, ruang lingkup program-program pengembangan masyarakat dapat dibagi berdasarkan tiga kategori yang secara keseluruhan akan bergerak secara bersama-sama.

  1. Community relation

Kegiatan-kegiatan yang menyangkut pengembangan kesepahaman melalui komunikasi dan informasi kepada para pihak yang terkait. Terkait kategori ini, program cenderung mengarah pada bentuk-bentuk kedermawanan (charity) perusahaan. Melalui hubungan ini, dapat dirancang pengembangan hubungan yang lebih mendalam. Hal ini terkait dengan bagaimana mengetahui kebutuhan-kebutuhan dan masalah-masalah yang ada di komunitas lokal sehingga perusahaan dapat menerapkan program selanjutnya;

  1. Community services

Hal ini merupakan pelayanan perusahaan untuk memenuhi kepentingan komunitas ataupun kepentingan umum. Program-program dapat dilakukan dengan adanya pembangunan secara fisik sektor kesehatan, keagamaan, pendidikan, transportasi, dan sebagainya (dapat berupa puskesmas, sekolah, rumah ibadah, jalan raya, sumber air minum, dan sebagainya). Inti dari kategori ini adalah kebutuhan yang ada di komunitas dan pemecahan tentang masalah yang ada di komunitas. Program ini dilakukan oleh komunitas sendiri. Perusahaan hanya sebagai fasilitator dari pemecahan masalah yang ada di komunitas. Kebutuhan-kebutuhan yang ada di komunitas dianalisis oleh para community development officer;

  1. Community empowering

Kategori ini merupakan program-program yang berkaitan dengan pemberian akses yang lebih luas kepada komunitas untuk menunjang kemandiriannya, misalnya pembentukan koperasi. Kategori ini dibentuk melalui kategori tahapan-tahapan lain seperti melakukan community relation pada awalnya, yang kemudian berkembang pada community sevice dengan segala metodologi panggilan data. Kemudian ini diperdalam melalui ketersediaan pranata sosial yang sudah lahir dan muncul di komunitas melalui program kategori ini.

 

Kegiatan pengembangan masyarakat harus mendasarkan pada perspektif ekologis dengan prinsip holism/holistik (menyeluruh dari segala aspek lingkungan), sustainability (kelestarian kegiatan), diversity (keanekaragaman), dan equilibrium (keseimbangan). Konsekuensi dari perspektif ekologis ini adalah melukiskan bahwa prinsip holistik akan mengarahkan pada pemikiran untuk memusatkan pada filosofi lingkungan; menghormati hidup dan alam; menolak solusi yang linier; dan melakukan perubahan yang terus menerus. Prinsip sustainability akan membawa pada konsekuensi untuk memerhatikan konservasi, mengurangi konsumsi, tidak mementingkan pertumbuhan ekonomi, pengendalian perkembangan teknologi dan antikapitalis. Prinsip diversity membawa konsekuensi pada penilaian terhadap perbedaan, jawaban atau alternative yang tidak tunggal, desentralisasi, jaringan kerja dan komunikasi lateral, serta penggunaan teknologi tepat guna. Sementara, prinsip equilibrium akan membawa pada penggunaan isu-isu global atau lokal, gender, hak dan pertanggung jawaban, kedamaian dan kooperatif.  

Terdapat 5 (lima) karakteristik dari pengembangan masyarakat. Pertama, pengembangan masyarakat berdasarkan pada kondisi di mana pemerintah menjadi terbuka kepada upaya keterlibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, tingkat keterlibatan masyarakat yang menggambarkan tingkat keterbukaan secara efektif diatur oleh pemerintah. Kedua, aktivitas pengembangan masyarakat dibangun terutama sekitar masalah-masalah sosial, di mana orang dalam masyarakat berhubungan secara mudah. Di lain pihak, dalam manajemen masyarakat terdapat suatu komponen ekonomi dan atau teknik yang kuat. Meskipun demikian, proyek manajemen masyarakat tetap melaksanakan usaha-usaha yang dapat diidentifikasi secara jelas dalam suatu dasar homogenitas yang terbuka. Ketiga, pengembangan masyarakat bercirikan masyarakat lokal yang memiliki keutamaan atau kekuasaan, dapat diidentifikasikan secara jelas dan mengandung muatan diri. Keempat, proses pengembangan masyarakat diarahkan kepada kepuasan terhadap kebutuhan masyarakat. Kelima, pengembangan masyarakat berpusat pada kegiatan pelatihan yang netral secara politik dan terpisah dari berbagai pertikaian atau debat politik.  

 

  1. Sustainable Development

Berakhirnya era Millennium Development Goals (MDGs) memunculkan pemikiran untuk kembali mencari tujuan pembangunan yang disepakati secara internasional. Kini, Sustainable Development Goals (SDGs) 2015-2030 dengan 17 sasaran atau tujuan pembangunan berkelanjutan adalah salah satunya. Konsep pembangunan berkelanjutan telah menjadi konsep yang populer dan fokus dunia internasional sejak dipertegasnya pendekatan ini pada KTT Bumi di Rio de Jenairo pada tahun 1992. Pembangunan berkelanjutan juga sering dijabarkan dengan perbaikan kualitas hidup yang disesuaikan dengan daya dukung lingkungan (carrying capacity). Keberlanjutan dapat diartikan sebagai continuing without lessening yang berarti melanjutkan aktivitas tanpa mengurangi.

Konsep keberlanjutan mengandung dua dimensi. Pertama, dimensi waktu adalah keberlanjutan pasti menyangkut apa yang terjadi di masa mendatang. Kedua, dimensi interaksi antara sistem ekonomi dan sistem sumber daya alam dan lingkungan. Pezzey (1992) melihat keberlanjutan dari sisi yang berbeda. Ia melihat keberlanjutan ini dari pengertian statik dan dinamik. Keberlanjutan statik diartikan sebagai pemanfaatan sumber daya alam terbarukan dengan laju teknologi yang konstan. Sementara itu, keberlanjutan dinamik diartikan sebagai pemanfaatan sumber daya yang tidak terbarukan dengan tingkat teknologi yang terus berubah. Adanya multidimensi dan multiinterpretasi melahirkan dua hal yang secara implisit menjadi perhatian. Hal tersebut menyangkut pada (1) pentingnya untuk memerhatikan kendala sumber daya alam dan lingkungan terhadap pola pembangunan dan konsumsi; dan (2) perhatian terhadap kesejahteraan (well being) generasi mendatang.

Pembangunan berkelanjutan disepakati sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengorbankan hak pemenuhan kebutuhan-kebutuhan generasi yang akan datang. Di dalamnya terkandung dua gagasan penting, yaitu (1) gagasan kebutuhan (kebutuhan esensial untuk melanjutkan kehidupan manusia); dan (2) gagasan keterbatasan (yang bersumber pada kondisi teknologi dan organisasi sosial terhadap kemampuan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan kini dan hari depan).

Dapat disimpulkan, pembangunan berkelanjutan adalah suatu proses perubahan yang di dalamnya terdapat seluruh aktivitas seperti eksploitasi sumber daya, arah investasi, orientasi pengembangan teknologi, dan perubahan kelembagaan. Semua itu berada dalam keadaan yang selaras. Ini dapat meningkatkan potensi masa kini dan masa depan untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi manusia. Tujuan pembangunan ekonomi-sosial diupayakan dengan keberlanjutan. Konsep keberlanjutan merupakan konsep yang sederhana, tetapi kompleks, sehingga pengertian keberlanjutan sangat multidimensi dan multi interpretasi.

Pembangunan berkelanjutan adalah suatu cara pandang mengenai kegiatan yang dilakukan secara sistematis dan terencana dalam kerangka peningkatan kesejahteraan, kualitas kehidupan, dan lingkungan umat manusia tanpa mengurangi akses dan kesempatan kepada generasi yang akan datang untuk menikmati dan memanfaatkannya. Dalam proses pembangunan berkelanjutan, terdapat proses perubahan yang terencana yang didalamnya terdapat eksploitasi sumber daya, arah investasi orientasi pengembangan teknologi, dan perubahan kelembagaan yang kesemuanya dalam keadaan yang selaras. Semua proses tersebut dapat meningkatkan potensi masa kini dan masa depan untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Pembangunan berkelanjutan tidak saja berkonsentrasi pada isu-isu lingkungan. Pembangunan berkelanjutan juga mencakup tiga lingkup kebijakan, yakni pembangunan ekonomi, sosial, dan lingkungan.

Indikator pembangunan berkelanjutan tidak akan terlepas dari aspek ekonomi, ekologi/lingkungan, sosial, politik, dan budaya. Sejalan dengan pemikiran tersebut, Djajadiningrat dan Famiola (2004) menyatakan dalam pembangunan yang berkelanjutan terdapat aspek keberlanjutan yang perlu diperhatikan, yaitu (1) keberlanjutan ekologis; (2) keberlanjutan di bidang ekonomi; (3) keberlanjutan sosial dan budaya; (4) keberlanjutan politik; dan (5) keberlanjutan pertahanan keamanan. Prinsip pembangunan berkelanjutan dihasilkan dengan memerhatikan tiga aksioma, yaitu (1) perlakukan masa kini dan masa mendatang yang menempatkan nilai positif dalam jangka panjang; (2) menyadari bahwa aset lingkungan memberikan kontribusi terhadap economic well being; dan (3) mengetahui kendala akibat implikasi yang timbul pada aset lingkungan.

 

Dikutip dari Buku Komunikasi CSR (Corporate Social Responsibility) Dalam Pemberdayaan Masyarakat