TEORI PERTUMBUHAN EKONOMI KEWIRAUSAHAAN

Prof. Dr. Ir. Rachmat Pambudy, MS., Dr. Ir. Wahyu Budi Priatna, M.Si., dan Dr. Ir. Burhanuddin, MM.

Peran kewirausahaan dalam perekonomian telah berubah drastis selama setengah abad terakhir. Namun, di beberapa negara peran kewirausahaan tumbuh berkembang karena alasan sosial dan politik serta alasan efisiensi ekonomi. Pemikiran bahwa kewirausahaan sebagai mesin pembangunan ekonomi telah diawali Eropa dengan menyatakan bahwa promosi kewirausahaan adalah landasan utama kebijakan pertumbuhan ekonomi Eropa. Kapasitas ekonomi kewirausahaan terbukti menjadi kunci pertumbuhan ekonomi dan peningkatan produktivitas.

Schumpeter (2003) secara eksplisit mengemukakan tentang fungsi ekonomi dari pengusaha. Menurut Schumpeter, proses pembangunan ekonomi dapat dibagi menjadi tiga tahapan secara jelas dan terpisah. Tahap pertama menyiratkan penemuan teknis hal baru atau cara-cara baru dalam melakukan sesuatu, yang disebut Schumpeter sebagai penemuan. Dalam inovasi tahap berikutnya, yaitu keberhasilan komersialisasi dari penemuan atau jasa yang berasal dari penemuan teknis, atau lebih umum merupakan kombinasi pengetahuan baru (baru dan lama). Tahap ketiga adalah imitasi, yaitu menyangkut adopsi yang lebih umum dan difusi produk baru atau proses untuk masuk pasar.

Terdapat tiga jalur pertumbuhan ekonomi kewirausahaan, yakni Ekonomi Kapital (Solow) yang berkembang di era awal pasca perang dunia, Ekonomi Pengetahuan (Romer) yang berkembang pada era pertengahan pasca perang dunia (tahun 1980-an), dan Ekonomi Wirausaha yang berkembang pada tahun 1990-an. Ketiga jalur pertumbuhan ekonomi kewirausahaan ini dijelaskan sebagai berikut:

1) Ekonomi Kapital (Solow)

Pertumbuhan ekonomi telah menjadi pikiran utama para ekonom, sejak Adam Smith. Robert Solow mengambil pendekatan yang kurang eksotis untuk menjelaskan pertumbuhan ekonomi. Robert Solow dianugerahi Hadiah Nobel untuk modelnya pertumbuhan ekonomi berdasarkan fungsi produksi neoklasik. Dalam model Solow terdapat dua faktor kunci dari produksi, yakni modal fisik dan tenaga kerja (tidak terampil), yang keduanya terkait secara ekonometris untuk menjelaskan pertumbuhan ekonomi.

Robert Solow mengakui bahwa perubahan teknis memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi, tetapi dalam hal model formal yang dikembangkan dari model Harrod-Domar, hal itu dianggap sebagai sisa yang tidak dapat dijelaskan. Namun demikian, Robert Solow mengakui kemungkinan kemajuan teknologi dimasukkan ke dalam model. Penelitian Robert Solow ini mengilhami generasi ekonom berikutnya untuk tidak hanya bergantung pada model fungsi produksi sebagai dasar untuk menjelaskan faktor-faktor penentu pertumbuhan ekonomi.  Hal ini karena pendekatan Robert Solow terdiri dari langkah-langkah yang berkaitan mewakili dua faktor dasar produksi, modal fisik dan tenaga kerja tidak terampil, dalam mencoba menjelaskan variasi tingkat pertumbuhan dari waktu ke waktu yang biasanya dalam satu negara atau di seluruh negara dalam konteks cross-sectional.

Varian dalam tingkat pertumbuhan, umumnya disebabkan oleh perubahan teknologi. Sejak pertengahan 1950-an, banyak penelitian yang menggunakan dan dipandu oleh formulasi neoklasik. Berbagai model fungsi produksi telah diciptakan dari hasil penelitian tersebut yang kemudian merekomendasikan untuk memasukkan kemajuan teknologi kedalam model.  

Pertumbuhan kebijakan ekonomi, secara teoritis jika tidak dibentuk oleh model pertumbuhan Solow, maka berhubungan dengan pandangan bahwa mendorong investasi modal fisik adalah kunci untuk menghasilkan pertumbuhan ekonomi dan produktivitas pekerja. Dalam literatur ekonomi dan wacana kebijakan publik, instrumen seperti kebijakan moneter terhadap kebijakan fiskal atau suku bunga terhadap tunjangan depresiasi modal adalah yang paling cocok untuk mendorong investasi modal fisik dan akhirnya untuk meningkatkan pertumbuhan. Meskipun perdebatan mungkin tidak pernah diselesaikan dengan baik, namun kegigihan pandangan ini mencerminkan keutamaan investasi modal sebagai sumber dasar pertumbuhan ekonomi.

Meskipun kebijakan pertumbuhan ekonomi merupakan domain dari ekonomi makro, namun keunggulan modal sebagai faktor produksi memiliki implikasi di tingkat ekonomi mikro dalam organisasi perusahaan, industri, dan pasar. Argumen teoritis dan verifikasi empiris menunjukkan bahwa penggunaan faktor modal fisik yang efisien oleh organisasi perusahaan mampu menciptakan kesejahteraan ekonomi. Penggunaan modal yang efisien oleh perusahaan besar mampu membentuk skala ekonomi yang mengakibatkan industri atau pasar terkonsentrasi hanya pada beberapa produsen utama. Schumpeter menyatakan:

“What we have got to accept is that the large-scale establishment or unit of control has come to be the most powerful engine of progress and in particular of the long-run expansion of output.”

Dengan demikian, era produksi massal pada skala ekonomi telah menjadi faktor penentu efisiensi. Ini berarti, perusahaan besar yang memiliki tenaga kerja besar telah mengimbangi kekuatan pemerintah dalam pembangunan ekonomi. Dengan fokus pada peran perusahaan besar, oligopoli, dan konsentrasi ekonomi, menghasilkan sejumlah wawasan kunci tentang efisiensi dan dampak pada kinerja ekonomi yang dihubungkan dengan perusahaan-perusahaan baru dan kecil. Beberapa penelitian di beberapa negara maju menunjukkan bahwa skala ekonomi perusahaan terkait dengan efisiensi dan aktivitas inovasi. Dengan demikian dalam model Solow, perusahaan kecil dan kewirausahaan berperan sangat penting dalam desentralisasi pengambilan keputusan dan efisiensi.

2) Ekonomi Pengetahuan (Romer)

Salah satu kesimpulan utama dari model Solow adalah bahwa faktor-faktor tradisional dari modal dan tenaga kerja masih belum memadai untuk menjelaskan kinerja pertumbuhan. Hal ini karena ada varian dari perubahan teknologi yang menyumbang sebagian besar pada pertumbuhan ekonomi, sebagai akibat dari tidak memperhitungkan semua perbedaan produktivitas antar perusahaan, karena sebagian besar penelitian dibatasi atau fokus pada menjelaskan faktor pertumbuhan ekonomi yang dibentuk dari modal fisik dan tenaga kerja. Kondisi ini kemudian memasukkan pengetahuan sebagai faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, dikenal dengan teori baru “pertumbuhan endogen”.

Pada dasarnya, fokus pada tenaga kerja dan modal sebagai faktor eksplisit utama produksi, dengan menafikan peran pengetahuan, tidak hanya pada bidang ekonomi makro. Sebagai contoh, teori dasar perdagangan internasional Heckscher-Ohlin, yang memfokuskan pada faktor lahan, tenaga kerja dan modal. Menurut teori Heckscher-Ohlin, proporsi faktor produksi menentukan struktur perdagangan. Jika modal fisik relatif lebih tinggi terhadap tenaga kerja, suatu negara cenderung mengekspor barang padat modal, sedangkan sebaliknya mengarah pada ekspor barang padat karya. Bahkan, Paradoks Leontief menunjukkan ketidakkonsistenan model Heckscher-Ohlin tersebut. Paradox Leontief menunjukkan bahwa bahwa keunggulan komparatif bagi Amerika Serikat didasarkan pada tenaga kerja (tidak terampil), bukan pada modal.

Paradoks Leontief mendorong penyelidikan masuknya aspek pengetahuan dari eksklusivitas faktor-faktor input modal dan tenaga kerja.  Pemikiran awalnya adalah memasukkan modal manusia, tenaga kerja terampil dan teknologi. Teknologi baru diduga berperan dalam penelitian dan pengembangan dan penciptaan pengetahuan ekonomi baru dalam membentuk keunggulan komparatif dan arus investasi.  Pengembangan teori Heckscher-Ohlin dengan memasukkan modal manusia bahwa negara-negara dengan kelimpahan relatif tenaga kerja terampil dari modal manusia, mengekspor barang padat modal. Oleh karena itu, teori perdagangan internasional mulai memasukkan faktor-faktor yang mencerminkan pengetahuan, teknologi, keterampilan, R & D, dan modal manusia ke dalam model yang lebih realistis.  Teori pertumbuhan juga mulai menyelidiki berbagai representasi pengetahuan sebagai faktor eksplisit atau endogen yang menghasilkan pertumbuhan ekonomi. Beberapat penelitian menyimpulkan bahwa pertumbuhan output Amerika Serikat secara signifikan berasal dari pertumbuhan input yang berupa kemajuan teknologi, komposisi perubahan angkatan kerja, investasi dalam modal manusia, realokasi sumberdaya produktivitas rendah ke kegiatan produktivitas yang lebih tinggi, dan skala ekonomi.

Pengenalan pengetahuan kedalam model pertumbuhan ekonomi makro dilakukan oleh Romer (1986) dan Lucas (1988).  Pengetahuan merupakan kritik utama Romer terhadap model Solow yang menganggap bahwa pengetahuan merupakan faktor penting dari produksi, selain tenaga kerja dan modal fisik, yang disebut dengan fungsi produksi pengetahuan.  Input yang paling menentukan dalam fungsi produksi pengetahuan adalah pengetahuan ekonomi baru, sedangkan outputnya adalah inovasi.  Meskipun ada kendala dalam mengukur kedua variabel ini, namun beberapa penelitian telah berhasil mengidentifikasi seperti jumlah penemuan dipatenkan, pengenalan produk baru, pangsa penjualan produk baru, pertumbuhan produktivitas dan kinerja ekspor untuk menjelaskan inovasi. Sebaliknya, variabel pengetahuan ekonomi baru dijelaskan dari pengeluaran R & D dan modal manusia.

Mengembangkan kemampuan untuk mengadaptasi teknologi baru dan ide-ide yang dikembangkan di perusahaan-perusahaan lain, dan investasi tertentu dalam pengetahuan seperti R & D menyediakan kapasitas untuk menyerap pengetahuan eksternal.  Wawasan ini menunjukkan secara jelas bukti empiris hubungan investasi pengetahuan baru dengan inovasi yang mendasari model fungsi produksi pengetahuan. Negara-negara inovatif, seperti Amerika Serikat, Jepang, dan Jerman, cenderung melakukan investasi tinggi dalam R & D, sebaliknya terjadi pada negara-negara berkembang. Selain itu, industri yang paling inovatif, seperti komputer dan farmasi, juga cenderung melakukan R & D yang intensif.  Oleh karena itu, perusahaan kecil dan baru yang masih dihadapkan pada keterbatasan ukuran dan kelemahan skala ekonomi memiliki kendala mengembangkan keunggulan kompetitif dalam ekonomi berbasis pengetahuan Romer.

Pencantuman faktor pengetahuan dalam model pertumbuhan tidak menimbulkan pergeseran fokus kebijakan publik, tetapi berhubungan dengan munculnya satu set baru instrumen kebijakan publik untuk mempromosikan pertumbuhan ekonomi.  Romer (2001) menyimpulkan bahwa peran investasi dalam pengetahuan ekonomi baru menjadi fokus kebijakan ekonomi untuk menciptakan lapangan kerja dan dayasaing internasional. Implikasi mendasar yang muncul dari model pertumbuhan endogen ini adalah bahwa pertumbuhan ekonomi dapat dicapai melalui investasi pengetahuan. Namun demikian, model Romer ini masih membutuhkan penyempurnaan, terutama untuk menjelaskan peran perusahaan kecil dan baru, misalnya dengan memasukkan variabel kewirausahaan, seperti munculnya perusahaan baru. Hal ini karena, kemunculan perusahaan baru dan kecil diduga kuat berkontribusi pada inovasi dan pertumbuhan.  

3) Ekonomi Kewirausahaan

Globalisasi ekonomi tidak memberikan iklim yang kondusif bagi munculnya perusahaan baru dan kecil, sehingga perannya semakin berkurang dalam ekonomi. Beberapa ekonom menyatakan bahwa globalisasi akan membuat perusahaan kecil punah, karena biaya globalisasi menjadi beban perusahaan kecil, terutama dalam melibatkan investasi asing langsung. Perusahaan kecil dianggap berada pada posisi yang kurang menguntungkan dibandingkan dengan perusahaan besar, karena biaya tetap belajar tentang lingkungan asing, berkomunikasi pada jarak yang panjang, dan bernegosiasi dengan pemerintah nasional.

Namun, perusahaan kecil dan kewirausahaan di Amerika Utara dan Eropa menunjukkan peran yang secara sistematis meningkat dalam perekomian di seluruh negara. Bahkan beberapa penelitian menunjukkan bahwa perusahaan besar tidak lagi sebagai penyedia utama lapangan kerja baru untuk Amerika dan Eropa, sebaliknya sebagian besar pekerjaan baru berasal dari perusahaan-perusahaan kecil.

Dengan demikian, peran kewirausahaan yang ditunjukkan oleh penciptaan lapangan kerja semakin menguat di Eropa dan Amerika Serikat. Perusahaan kecil dan baru melayani mesin dari penciptaan lapangan kerja dari dua sisi, yaitu sisi ukuran dan waktu perubahan pekerjaan. Kondisi ini mengasumsikan bahwa tidak ada eksternalitas atau spillover dari satu perusahaan ke perusahaan lain. Hal ini disebut dengan fenomena “pembalikan tren” dari perusahaan besar ke arah timbulnya kembali perusahaan kecil.

Bukti empiris dari timbulnya kembali kewirausahaan sebagai faktor penting dalam ekonomi didasarkan atas enam hipotesis (Brock dan Evans, 1989): pertama, perubahan teknologi telah mengurangi tingkat skala ekonomi di bidang manufaktur; kedua, globalisasi menyebabkan pasar lebih volatile sebagai akibat persaingan dari sejumlah besar pesaing asing; ketiga, komposisi perubahan angkatan kerja, partisipasi perempuan, imigran, dan pekerja muda dan tua, lebih kondusif bagi perusahaan-perusahaan kecil daripada yang lebih besar, karena premi yang lebih besar ditempatkan pada fleksibilitas kerja; keempat, perkembangan selera konsumen cenderung pada produk yang produksinya tidak massal memfasilitasi produsen dengan pasar ceruk kecil; kelima, deregulasi dan privatisasi memfasilitasi masuknya perusahaan baru dan kecil ke pasar yang sebelumnya terproteksi dan tidak dapat diakses; dan keenam, pentingnya peningkatan inovasi dalam menentukan tingkat produksi dan upah.

Menurut Audretsch dan Thurik (2001), kewirausahaan dalam bentuk perusahaan baru dan kecil berperan sebagai keunggulan komparatif ke arah pengetahuan berbasis kegiatan ekonomi. Hal ini terjadi karena dua alasan; yaitu pertama, perusahaan besar di industri manufaktur tradisional telah kehilangan dayasaing; dan kedua, perusahaan kecil menciptakan nilai baru dalam ekonomi berbasis pengetahuan.  Hilangnya dayasaing perusahaan skala besar karena dihadapkan pada keharusan untuk mengurangi upah dan biaya produksi lainnya sebagai akibat masuknya perusahaan asing, membutuhkan teknologi untuk meningkatkan produktivitas, mengalihkan produksi dari lokasi biaya tinggi ke rendah biaya lokasi, dan melakukan outsourcing pihak ketiga perusahaan.

Perdebatan tentang dampak globalisasi merupakan trade-off antara mempertahankan upah lebih tinggi tetapi menderita pengangguran yang lebih besar atau tingkat pengangguran dengan tingkat upah lebih rendah. Namun, tidak perlu mengorbankan upah untuk menciptakan lapangan kerja baru, juga tidak memerlukan pekerjaan lebih sedikit untuk mempertahankan tingkat upah. Jika, kehilangan keunggulan komparatif dialihkan pada pemunculan keunggulan komparatif berbasis tingkat upah tinggi yang didasarkan pada aktivitas inovatif atau kegiatan ekonomi berbasis pengetahuan.  Hal ini karena perusahaan-perusahaan baru dan kecil mampu mengakses spillover pengetahuan dan memiliki keunggulan kompetitif mengakses pengetahuan tersebut. Ini berarti, dalam mekanisme transmisi spillover pengetahuan yang bersumber dari R & D perusahaan besar atau pendidikan tinggi, keterlibatan perusahaan kecil sangat tinggi, misalnya pada komersialisasi pengetahuan tersebut.

Cohen dan Levinthal (1989) menunjukkan bahwa perusahaan kecil mengembangkan kemampuan untuk mengadaptasi tekno-logi baru dan ide-ide yang dikembangkan di perusahaan lain, sehingga lebih efektif menghasilkan investasi pengetahuan baru.  Perusahaan kecil perusahaan melalui jaringan dan aliansi strategis mampu mengidentifikasi, mengakses, menginternalisasi, dan meng-komersialkan pengetahuan untuk kepentingan perusahaan. Hal ini konsisten dengan model produksi pengetahuan perusahaan, yakni karena perusahaan kecil terbatas dalam berinvestasi menghasilkan pengetahuan baru, sehingga harus melakukan strategi untuk mengakses pengetahuan dengan cara beralih ke jaringan, hubungan, dan jenis-jenis saluran spillover untuk menghasilkan inovasi.

Sebaliknya, Audretsch (1995) mengasumsikan pengetahuan adalah variabel eksogen, bukan perusahaan. Pengetahuan baru berpotensi sangat berharga jika diwujudkan dalam orang, baik sebagai individu ataupun dalam kelompok, walaupun diangggap tidak pasti, asimetris, dan memerlukan biaya transaksi tinggi. Pengetahuan menghasilkan divergensi nilai yang diharapkan dari sebuah ide baru dan variannya menuju komersialisasi. Divergensi dapat menimbulkan masalah bagi perusahaan, padahal dengan berfokus pada masalah yang dihadapi perusahaan menimbulkan manfaat yang berasal dari investasi dalam memproduksi pengetahuan baru dan ide-ide. Namun, divergensi lebih berpeluang terjadi jika pengetahuan baru tidak sesuai dengan kompetensi inti perusahaan atau tidak konsisten dengan alur teknologi perusahaan.

Williamson (1975) menggambarkan siklus hidup industri kedalam tiga tahap, yaitu tahap eksplorasi, tahap pengembangan, dan tahap matang. Tahap eksplorasi melibatkan pasokan produk baru, desain relatif primitif, penggunaan mesin relatif terspesialisasi, dan dipasarkan melalui berbagai teknik eksplorasi serta volume produksi masih rendah. Tahap pengembangan dicirikan oleh teknik manufaktur yang lebih halus dan definisi pasar dipertajam, output tumbuh cepat dalam menanggapi aplikasi baru akibat dari tuntutan kepuasan pasar yang meningkat. Tahap matang dicirikan oleh manajemen, manufaktur, dan pemasaran yang telah mencapai tingkat maju, pasar terus tumbuh pada tingkat yang lebih teratur dan dapat diprediksi, dan hubungan pelanggan dan pemasok (termasuk akses pasar modal) menyanggah perubahan teknologi, serta inovasi menjadi faktor utama perbaikan.  Meskipun tidak secara eksplisit, peran R & D tidak konstan selama siklus hidup industri.

Pada tahap awal, R & D cenderung sangat produktif, sehingga terjadi inovasi radikal untuk memulai industri baru, sedangkan biaya inovasi radikal cenderung relatif tinggi.  Namun, inovasi yang dihasilkan oleh R & D industri yang matang dapat ditransfer ke biaya lebih rendah jika dikomersialisasi. Sebaliknya, pada tahap industri eksplorasi tidak dapat dengan mudah dikomersialisasi. Jadi, difusi inovasi memainkan peran lebih penting dalam industri. Oleh karena itu, dalam ekonomi kewirausahaan, keunggulan komparatif melibatkan kegiatan inovatif yang terdiri dari inovasi radikal, yang cenderung menciptakan dan mengembangkan lintasan teknologi baru daripada mengikuti lintasan teknologi yang ada.

Dengan demikian, globalisasi telah mempengaruhi geografi ekonomi keunggulan komparatif negara-negara maju dari faktor modal bergeser ke faktor pengetahuan. Hal ini ditunjukkan oleh keunggulan komparatif negara-negara maju yang kegiatan ekonomi dan industrinnya dicirikan oleh peran dominan ide-ide baru, kecepatan mengenali peluang baru dan komersialisasi perusahaan baru. Jadi, daripada memaksakan beban efisiensi pada ekonomi, seperti yang terjadi dalam Teori Pertumbuhan Ekonomi Solow, kewirausahaan berfungsi sebagai mesin pertumbuhan dengan menyediakan saluran penting bagi spillover dan komersialisasi pengetahuan dan ide-ide baru.

Dikutip dari Buku Kewirausahaan dan Manajemen Bisnis Kecil